Minggu, 21 Februari 2010
Kondisi Objektif kabupaten Bener Meriah 2010
Kondisi Objektif Daerah
Kabupaten Bener Meriah
A. UMUM
Secara umum krisis, ada beberapa krisis yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah ditandai dengan berkembangannya gejala berikut ini :
1. Lunturnya Komitmen Kebangsaan. Jiwa dan semangat luhur Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 semakin berkurang dan hanya menjadi symbol belaka yang kehilangan makna dalam interiaksi politik dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Hilangnya Kewibawaan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah yang berkuasa saat ini tidak menunjukan adanya visi dan wawasan, kualitas kepemimpinan, keberanian bertindak, kejujuran dan kepercayaan diri, serta kemandirian dan komitmen dalam melaksanakan kesepakatan bersama dalam proses politik yang demokratis. Pemerintahan telah gagal menjadi panutan dalam rangka membentuk sikap dan prilaku masyarakat Bener Meriah yang beradab.
3. Hancurnya Modal Sosial. Kekayaan yang diperoleh dari kemajemukan bangsa yang terpelihara sepanjang sejarah kebangsaan Indonesia telah mengalami pengikisan dan kerusakan oleh perilaku kekerasan, korupsi dan mementingkan diri sendiri sebagai akibat dari berkembangnya nilai-nilai materealisme, hedorisme, primodealisme dan individualisme yang pada akhirnya mengakibatkan melemahnya ikatan persaudaraan kebangsaan Indonesia yang dapat mengancam eksistensi bangsa dan daerah. Oleh karena itu, Pemerintahan dan Masyarakat harus menyadari dan membangun kemajemukan daerah sebagai modal sosial yang sangat Fundamental dalam mewujudkan kesejahteraan lahir maupun batin bagi seluruh masyarakat Bener Meriah.
B. EKONOMI, KEUANGAN, DAN INDUSTRI
Dalam bidang ekonomi, keuangan dan industri pokok-pokok permasalahan yang dihadapi sebagai berikut :
1. Struktur Perekonomian Daerah yang mengabaikan Keadilan. Pertumbuhan ekonomi yang mengabaikan keadilan telah menjadi titik sentral kegagalan ataupun kurang efektifnya hasil pembangunan ekonomi selama ini. Pola pertumbahan ekonomi seperti ini terbukti hanya menguntungkan sekelompok kecil masyarakat dengan mengorbankan kepentingan mayoritas rakyat sehinnga harus dihindari dan diperbaiki sesegera mungkin. Sebaliknya, strategi pemerataan ekonomi disadari tidak mungkin dilakukan tanpa melalui suatu pertumbuhan, karena akan menyebabkan terjadinya stagnasi pertumbuhan yang tidak mampu menyerap pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhannya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup mayarakat Bener Meriah.
2. Lemahnya Posisi Rakyat dalam Perekonomian. Upaya menjawab kritik pertumbuhan ekonomi melalui program distribusi pendapatan, yang berorientasi kepada pola kedermawanan pemerintahan (benevolent government) justru memperburuk moral dan prilaku ekonomi. Program pemerataan ekonomi seharusnya dapat menumbuhkan budaya ekonomi produktif, menghilangkan budaya konsumtif, dan membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen atas program bantuan sosial.
3. Investasi Daerah Yang Belum Memadai. Investasi Pemerintahan (Public Investment) sebagai insentif untuk tumbuhnya investasi swasta seperti di sektor infrastrukutur ekonomi berupa jalan raya, petanian, tenaga listrik, transportasi umum, informasi dan telkomunikasi, dan fasilitas publik lainnya belum memadai. Tidak dapat dipungkiri bahwa investasi publik ini menjadi salah satu titik lemah dalam menarik investasi swasta. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain tidak adanya garis kepemimpinan yang kuat, lemahnya kordinasi kebijakan, tumpang tindihnya fungsi kelembagaanpemerintahan dipusat dan daerah, serta tidak transparannya mekanisme penyusunan anggaran dan pertanggungjawaban publik ( public accountability )
4. Meningkatnya Pengangguran dan Kemiskinan. Gerak pembangunan yang tidak mampu mengangkat penduduk miskin amat berbahaya bukan saja dari aspek ekonomi tetapi juga dari segi sosial, politik, dan keamanan. Semakin besar jumlah pengangguran terbuka maupun setengah terbuka terbuka yang kini semakin merugikan produktivitas ekonomi daerah. Kegagalan ini tidak terlepas dari kegagalan kebijakan ekonomi makro dan mikro serta panangan krisis ketenagakerjaan yang kurang berpihak pada kebijakan ekonomi berbasis tenaga kerja.
5. Terbatasnya Lapangan Kerja dan Kesempatan Berusaha. Penciptaan lapangan baru dan perluasan kesempatan berusaha untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan perekonomian dan laju pembangunan, belum dapat direalisasikan. Kegagalan program penciptaan tenaga kerja selama ini sangat di pengaruhi oleh kebijakan ekonomi yang lebih menekankan penggunaan modal melalui pemberian pinjaman ke sector formal dan hanya kepada segelincir konglomerat sehingga tak berorentasi kepada penggunaan tenaga kerja produktif.
6. Kegagalan Pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah. Di tingkat mikro perusahaan, Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) seharusnya hanya melaksanakan kegiatan yang berorentasi pada public investment sehingga tidak mengambil alih peran ekonomi masyarakat, dan diarahkan untuk meringangkan beban dunia usaha (cost-burden externalitiy ). Kegagalan pemberdayaan BUMD sebagai pelaku pembangunan (agent of development) maupun penggerak roda pembangunan (engine of growth) bukan saja mengurangi tingkat kepercayaan publik, tetapi juga menambah beban ekonomi masyarakat karena umumnya struktur modal BUMD diperoleh dari pendapatan pajak atau pinjaman kepada orang luar yang juga dibayar melalui pajak.
7. Lemahnya Struktur Perdagangan dan Ekspor. Di bidang perdagangan internasional maupun domestic, perkembangan ekspor BENER MERIAH ternyata masih mengecewakan, apalagi dengan munculnya pesaing baru dari Cina dan India untuk produk non-migas. Bener Meriah harus dapat mendorong perkembangan industri, perdagangan dan ekspor dengan memanfaatkan keunggulan kompratif menjadi keunggulan keunggulan kompetitif dalam industri padat karya dan industri yang memanfaatkan sumber daya alam dan manusianya.
8. Kesenjangan Ekonomi dan Sosial. Semua perkembangan pada tingkat ekonomi makro belum cukup memadai. Perbaikan ekonomi pada tataran makro ternyata juga hanya dinikmati oleh masyarakat lapisan atas saja, sementara sebagian besar masyarakat Bener Meriah tidak merasakan proses pemulihan itu. Mereka yang berada dilapis bawah masih tetap dibiarkan berkutat dalam memenuhi kebutuhan mendasar mereka, memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) berupa sandang, pangan, perumhan, pendidikan dan kesehatan. Bahkan kesejahteraan rakyat lapis bawah ini justru makin terpuruk seperti ditunjukan oleh berbagai indikator kesenjangan, dan apabila fenomena seperti ini dibiarkan berlarut oleh Pemerintahan Bener Meriah maka akan menjadi sumber maraknya gejolak dan ketegangan sosial yang bisa bermuara pada revolusi sosial.
C. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BENER MERIAH
Dalam bidang kesejahteraan masyarakat pokok-pokok permasalahan yang dihadapi :
1. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah. Hal itu ditunjuki oleh gambaran yang menunjukan 65 % kuwalitas tenaga kerja di Bener Meriah adalah lulusan SLTA ke Bawah. Dengan kualitas seperti itu tenaga kerja sangat rentan untuk jatuh ke kondisi kemiskinan dan hampir tidak mungkin memenuhi tuntutan kualitas pasar tenaga kerja yang makin kompotitif maupun perubahan kebutuhan produksi. Kondisi ini diperburuk apabila melihat SDM perempuan.
2. Meningkatnya Ketegangan Sosial. Tingginya ketegangan sosial mengakibatkan terjadinya komplik. Hubungan sosial yang tidak harmonis ditandai dengan pertentangan antar individu maupun kelompok yang cendrung berakhir dengan kekerasan bahkan cendrung anarkis. Mekanisme pemecahan konflik sosial yangdahulu dikenal dengan prinsip musyawarah terlihat makin memudar setelah era reformasi. Kerusuhan antar kelompok, antar kampung, antar kesatuan, antar pelajar, antar mahasiswa, antar penduduk yang bersifat SARA. Seolah menjadi kondisi sosial yang dianggap wajar. Bahkan konflik yang bersekala besar dan lama justru muncul karena hal-hal yang sepele, yang sekaligus mencerminkan makin berkurangnya modal sosial yang dimiliki bangsa ini. Rasa kepemilikan sebagai bagian dari bangsa yang besar ini seolah sirna dengan semakin berkembangannya pengelompokan sosial secara eksesif berdasarkan SARA atau kedaerahan.
3. Belum Optimalnya Peran Perempuan dan Generasi Muda. Peningkatan peran perempuan dalam seluruh aspek pembanguanan belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan termasuk penyiapan peraturan namun masih memerlukan langkah-langkah sistematis untuk pelaksanaan. Peningkatan peran dan pembinaan generasi muda kurang mendapati perhatian dalam kurung waktu beberapa tahun terakhir. Kelembagaan untuk pembinaan generasi muda kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Bener Meriah.
4. Menurunnya Prestasi Olah Raga dan Berkurangnya Apresiasi terhadap Seni dan Budaya. Prestasi olah raga daerah terasa sangat menurun bahkan untuk tingkat Nasional sekalipun prestasi olah raga Bener Meriah sudah tidak dapat mempertahankan keunggulannya. Hal itu antara lain disebabkan oleh semakin menurunnya komitmen pemerintah daerah dalam pembinaan
olah raga. Apresiasi terhadap seni dan budaya juga mengalami penurunan dan berdampak pada turunnya penghargaan seni dan budaya daerah.
D. PERTAHANAN DAN KEAMANAN, SERTA POLTIK DAN HUKUM
Dalam bidang pertahanan dan keamanan, serta politik dan hukum pokok-pokok permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut :
1. Besarnya Pengaruh Globalisasi. Globalisasi di bidang perdagangan, telekomunikasi, demokrasi dan lingkungan hidup telah melahirkan perubahan besar atas tata kehidupan masyarakat. Kedaulatan mengalami pergeseran oleh adanya perubahan tata dunia pasca perang dingin. Nilai-nilai universal tentang kemanusian dan lingkungan hidup dikedepankan menjadi tolak ukur dalam pergaulan. Berbagai masalah daerah dengan mudah dapat disorot dan diangkat menjadi isu Nasional. Opini masyarakat perlu diwaspadai terutama yang dapat merugikan kepentingan daerah.
2. Tingginya Potensi Komplik. Kemajemukan daerah yang disertai dengan ketimpangan sosial ekonomi merupakan kondisi yang potensial melahirkan konflik di tengah masyarakat, baik horizontal maupun vertikal. Konflik mudah meledak karenapemerintahan yang lemah dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan bertindak. Situasi tersebut diperparah oleh kekhawatiran akan terjadinya pelanggaran HAM dan keinginan pejabat daerah untuk meraih popularitas dari rakyat.
3. Terhambatnya Pengembangan Demokrasi. Eforia kebebasan di era reformasi telah berkembang menjadi berbagi tindakan anarkis, intimidasi, dan kekerasan. Prilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan menjadi ancaman bagi kehidupan demokrasi. Berkembang pula kecenderungan untuk memanipulasi aspirasi dan kehendak masyarakat guna mewujudkan kepentingan sempit suatu kelompok tertentu. Kondisi ini merupakan ancaman terhadap proses demokrasi karena akan menyumbat aspirasi rakyat.
4. Kurangnya Jaminan Memperolah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) masih merupakan impian bagi masyarakat Bener Meriah. Berbagai kasus pelanggaran HAM yang dirasakan masyarakat belum mendapat penyelesaian yang memuaskan. Tidak tuntasnaya tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM tersebut ikut menyumbang ketegangan di masyarakat yang berujung pada hilangnya ketentraman kehidupan berbangsa. Hak memperoleh perlindungan dan bebas dan rasa takut, serta hak untuk menikmati kehidupan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan perwujudan HAM yang hakiki masih belum mendapatkan perhatian penuh pemerintahan Bener Meriah.
5. Rendahnya Penegakan Hukum. Pemerintah Bener Meriah perlu segera melakukan pencegahan terhadap setiap gejala terjadinya pelanggaran hukum. Berbagai intimidasi, pemaksaan kehendak, atau penggunaan kekerasan yang mengancam ketertiban publik dan melanggar hukum sering terjadi didalam kehidupan sehari-hari tanpa penindakan hokum yang seharusnya. Penegakan hokum yang diharapkan oleh masyarakat belum terwujud secara nyata. Berbagai kasus yang menyangkut kerugian daerah yang sangat besar tidak berhasil diselesaikan. Mafia peradilan telah menjadi rahasisa umum keberadaannya dirasakan sangat merugikan masyarakat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar