Sabtu, 29 Oktober 2011

PROBLEMATIK IDEOLOGI


PROBLEMATIK IDEOLOGI


            Menurut Paul Ricouer perjalanan yang ditempuh oleh Karl Marx melalui karya-karya pada masa mudanya (early writings) adalah perjalanan untuk menemukan “yang real,” perjalanan untuk menemukan kodrat atau sifat-sifat dari “yang real” itu. Kategorisasi dari apa “yang real” ini penting dan berpengaruh terhadap konsep “ideologi” karena menurut Karl Marx ideologi adalah apa “yang tidak real.” Marx mempertentangkan ideologi dengan realitas; dan bukan dengan science seperti yang dikembangkan dalam Marxisme kontemporer sekarang ini. Perjalanan Marx untuk mencari apa yang real ini mencapai puncaknya dalam The German Ideology dimana Marx mendefinisikan realitas sebagai praxis –productive human activity –dan dengan demikian ideologi harus dipandang sebagai sesuatu yang berlawanan dengan praxis.

            Dalam pandangan filsafat Hegel “yang real adalah yang rasional dan yang rasional adalah yang real.” Dengan menggunakan postulat ini, kalangan Hegelian Muda, termasuk Marx pada awalnya, menempatkan kesadaran sebagai pusat kegiatan manusia yang melahirkan basis material  bagi eksistensinya. Tetapi di dalam The German Ideology Marx berbalik arah dengan melancarkan kritik tajam terhadap pandangan idelistik ini dan menggantikan posisi “kesadaran” dengan “individu yang hidup.” Dengan pandangan barunya ini membuat Marx bukan saja berseberangan dengan idealisme Hegelian Muda tetapi juga posisi yang berbeda dengan arus Marxisme kontemporer sekarang ini yang melihat kekuatan-kekuatan struktur anonim –kelas, kapital, dan sejenisnya –sebagai agen-agen sejarah yang aktif. Penemuan terbesar Karl Marx dalam The German Ideology adalah pemahamannya yang kompleks atas individu-individu yang berpikir dan bergerak di dalam jaringan syarat-syarat material yang dimilikinya.  Real individuals and material conditions are conjoined.  

            Untuk kepentingan studi kita kali ini, saya akan mulai dari pandangan Marx. Menurut Marx ideologi adalah “distorsi,” sebuah imajiner yang memantul dari proses real masyarakat. Ideologi adalah kesadaran palsu atas realitas yang ada. Pandangan ini tidak salah, tetapi fenomenologi tidak boleh berhenti pada posisi ini. Dalam bahasa fenomenologi, definisi Marx itu betul pada surface level. Tetapi terhadap semua penampakan yang muncul pada surface level, fenomenologi harus menjalankan apa yang disebut sebagai genetic phenomenology, sebuah analisa untuk mengungkap meaning secara regresif. Dengan langkah ini fenomenologi berupaya untuk menggali meaning yang lebih fundamental dari sekedar makna yang muncul di permukaan. Fenomenologi mengajak kita untuk menggalinya lebih dalam dan lebih dalam lagi (progressively deeper levels).


            Dalam kaca mata fenomenologi, apakah memang benar ideologi itu merupakan distorsi atas realitas, untuk sementara harus diletakkan dalam tanda kurung (bracketing). Pilihannya bukanlah antara mana yang salah dan mana yang  benar, melainkan suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami dan kemudian mempertimbangkan hubungan antara representation dan praxis. Kalau ternyata hubungan di antara keduanya bersifat “oposisi,” maka ideologi memang merupakan distorsi atas realitas; tetapi kalau ternyata hubungan di antara keduanya bersifat “kerjasama,” maka yang terjadi adalah bahwa ideologi mengambil peranan konstitutif dalam membangun dunia praxis. Kerjasama antara ideologi dan praxis akan mendefinisikan ulang baik ideologi maupun praxis itu sendiri.

            “The production of ideas, of conceptions, of conscuiousness, is at first interwoven with the material activity and the material intercourse of men, the language of real life,” kata Marx dalam The German Ideology. Menurut observasi Paul Ricoeur, yang dimaksud dengan the language of real life oleh Marx tidak lain adalah struktur simbolis tindakan manusia. Menurut Ricoeur, struktur tindakan manusia, tidak dapat tidak, adalah struktur simbolis yang bekerja dalam pikirannya. Di atas basis struktur simbolis inilah kita dapat mengerti apakah ideologi itu merupakan distorsi ataukah menjadi unsur konstitutif yang ikut membentuk praxis  manusia. Ideologi adalah medium dengan mana kesadaran bekerja (Goran Therborn) . Interpretasi Marx tentang ideologi sebagai distorsi tidak lain adalag oposisi antara things as they appear in ideas dan things as they really are, antara representation dan praxis.  
           
Ricoeur summarizes his analysis of ideology and utopia by saying “Ideology and utopia have ultimately to do with the character of human action as being mediated, structured, and integrated by symbolic system.” The conjunction of ideology and utopia typifies the social imagination, and ricoeur’s argument is that “imagination is constitutive of social reality itself.” Interpretation and practice cannot be divorced. The task of interpretation in its relation to this nexus is to “think more.” It is a task that Ricoeur takes for his own and that his work unceasingly exemplifies.   (xxxv)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar